Penjualan Angsuran
Penjualan Angsuran
(Barang Tidak
Bergerak/Bukan Barang Dagang)
I.
Pendahuluan
Metode penjualan
angsuran pada mulanya
berasal dari penjualan rumah pada perusahaan real
estate,
tetapi pada masa sekarang penjualan dengan metode ini telah berkembang pada
perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan kendaraan seperti mobil,
motor; mesin; alat-alat rumah tangga dan
lainnya. Bahkan pada beberapa jenis industri metode penjualan angsuran ini
telah menjadi kunci utama dalam mencapai operasi skala besar.
Metode penjualan angsuran ini cukup berkembang pesat dan
disukai di kalangan usahawan dan juga di kalangan pembeli. Bagi usahawan metode
ini telah meningkatkan jumlah penjualan yang tentunya meningkatkan laba, bagi
pembeli mereka merasa lebih ringan dalam hal pembayaran untuk melunasi barang
yang dicicil tersebut.
Meskipun dengan metode ini resiko atas tidak tertagihnya
piutang akan meningkat, tetapi kelemahan metode ini dapat diatasi dengan
meningkatnya volume penjualan perusahaan.
Bagi akuntan,
penjualan angsuran menimbulkan beberapa masalah. Masalah utama adalah : “membandingkan antara beban dan
pendapatan” (matching of costs and revenues), yaitu :
a.
Apakah laba kotor dari
penjualan angsuran dianggap telah direalisasi pada saat terjadinya penjualan
ataukah harus diakui selama masa kontrak angsuran tersebut?
b.
Apa yang harus dilakukan terhadap beban sehubungan dengan
penjualan angsuran yang terjadi pada periode setelah penjualan tersebut?
c.
Bagaimana menangani persoalan piutang usaha angsuran yang tidak
dapat tertagih, pertukaran, dan pemilikkan kembali barang angsuran?
II.
Pengertian
Penjualan Angsuran
Penjualan angsuran adalah penjualan barang atau jasa yang
dilaksanakan dengan perjanjian dimana pembayaran dilakukan secara bertahap atau
berangsur. Biasanya pada saat barang atau jasa diserahkan kepada pembeli,
penjual menerima uang muka (down payment) sebagai pembayaran pertama dan
sisanya diangsur dengan beberapa kali angsuran. Karena penjualan harus menunggu
beberapa periode untuk menagih seluruh piutang penjulannya, maka biasanya pihak
penjual akan membebankan bunga atas saldo yang belum diterimanya.
Resiko atas tidak tertagihnya piutang
usaha angsuran ini sangat tinggi, mungkin saat akan dilakukan penjualan
angsuran telah dilakukan survai atas pembeli dan memperoleh hasil yang baik.
Karena penagihan piutang usaha angsuran memakan waktu yang cukup lama (beberapa
periode), hal tersebut kemungkinan dapat merubah hasil survai yang telah
dilakukan semula terhadap pembeli. Untuk menghindari hal-hal demikian, penjual
biasanya akan membuat kontrak jual beli (security agreement), yang memberikan
hak kepada penjual untuk menarik kembali barang yang telah di jual dari
pembeli.
Untuk mengurangi barang angsuran tersebut
dari resiko terbakar atau hilang, pihak penjual dapat menetapkan syarat bagi
pembeli agar barang angsuran tersebut diasuransikan untuk kepentingkan pihak
penjual. Premi asuransi ditanggung oleh pembeli, jika barang angsuran hilang
atau terbakar, pihak asuransi akan membayar ganti rugi kepada penjual dan bukan
pembeli. Kadang kala mungkin jiwa dari pembeli diwajibkan oleh penjual untuk
diasuransikan dengan premi auransi atas tanggungan si pembeli.
1.
Perjanjian penjualan bersyarat (conditional sales
contract), di mana barang-barang telah diserahkan, tetapi hak atas
barang-barang masih berada di tangan penjual sampai seluruh pembayarannya sudah
lunas.
2.
Pada saat perjanjian ditandatangani dan pembayaran pertama
telah dilakukan, hak milik dapat diserahkan kapada pembeli, tetapi dengan
menggadaikan atau menghipotikan untuk bagian harga penjualan yang belum dibayar
kapada si penjual.
3.
Hak milik atas barang-barang untuk sementara diserahkan
kepada suatu badan “trust” (trustee) sampai pembayaran harga penjualan
dilunasi. Setelah pembayaran lunas oleh pembeli, baru trustee menyerahkan hak
atas barang-barang itu kepada pembeli. Perjanjian semacam ini dilakukan dengan
membuat akta kepercayaan (trust deed / trust indenture).
4.
Beli sewa (lease-purchase) dimana barang-barang yang telah
diserahkan kepada pembeli. Pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam
kontrak telah dibayar lunas, baru sesudah itu hak milik berpidah kepada
pembeli.
Penjualan angsuran dengan bentuk-bentuk perjanjian tersebut
di atas dilaksanakan untuk barang-barang tidak bergerak / barang yang bukan
barang dagang, seperti : gedung, tanah, dan aktiva-aktiva tetap lainnya.
Apabila terjadi tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban oleh pembeli, maka
penjual tetap memiliki hak untuk memiliki kembali barang yang dijualnya, tetapi
nilainya sisa barang itu mungkin akan lebih rendah dari nilai barang
berdasarkan perhitungan yang sesuai dengan perjanjian yang ada sehingga
pemilikan kembali tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Untuk mengurangi
kemungkinan kerugian yang terjadi pemilikan kembali, maka faktor-faktor yang
harus diperhatikan oleh penjual adalah sebagai berikut :
1.
Besarnya pembayaran pertama atau down payment harus cukup
untuk menutup besarnya semua kemungkinan terjadinya penurunan harga barang
tersebut dari semula barang baru menjadi barang bekas.
2.
Jangka waktu pembayaran di antara angsuran yang satu dengan
yang lain hendaknya tidak terlalu lama, kalau dapat tidak lebih dari satu
bulan.
3.
Besarnya pembayaran angsuran periodik harus diperhitungkan
cukup untuk menutup kemungkinan penurunan nilai barang-barang yang ada selama
jangka pembayaran yang satu dengan pembayaran angsuran berikutnya.
III.
Metode
Pengakuan Laba Kotor Pada Penjualan Angsuran
Untuk menghitung laba bersih pada penjualan angsuran adalah
sangat kompleks, karena beban sehubungan dengan penjualan angsuran tersebut
tidak hanya terjadi pada saat penjualan angsuran tersebut dilakukan, melainkan akan terjadi sepanjang
penjualan angsuran tersebut belum dilunasi.
Sesuai dengan konsep akuntasni yaitu membandingkan antara
beban dengan pendapatan (matching costs against revenue), maka pada saat
penjualan angsuran dapat ditentukan nilai dari penjualan, harga pokok dan beban
yang terjadi pada periode tersebut. Karena penagihan penjualan angsuran
meliputi beberapa periode, timbul masalah bagaimana beban yang terjadi pada
periode berikutnya (misalkan beban penagihan, administrasi, perbaikan dan
pemilikan kembali) sehubungan penagihan piutang usaha angsuran tersebut.
Untuk menghitung laba kotor dalam penjualan angsuran pada
prakteknya dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu :
1.
Pengakuan Laba Kotor pada saat terjadinya penjualan
angsuran.
2.
Pengakuan Laba Kotor sejalan dengan realisasi penerimaan
kas.
1.
Pengakuan Laba Kotor pada saat terjadinya penjualan
angsuran
Dalam metode ini seluruh laba kotor diakui pada saat
terjadinya penjualan angsuran, atau dengan kata lain sama seperti penjualan
pada umumnya yang ditandai oleh timbulnya piutang/tagihan kepada pelanggan.
Apabila prosedur demikian diikuti maka sebagai konsekuensinya pengakuan
terhadap biaya-biaya yang berhubungan dam dapat diidentifikasikan dengan
pendapatan-pendapatan yang bersangkutan harus pula dilakukan.
Beban untuk pendapatan dalam periode yang bersangkutan
harus meliputi biaya-biaya yang diperkirakan akan terjadi dalam hubungannya
dengan pengumpulan piutang atas kontrak penjualan angsuran, kemungkinan tidak
dapatnya piutang itu direalisasikan maupun kemungkinan rugi sebagai akibat
pembatalan kontrak. Terhadap biaya yang ditaksir itu biasanya dibentuk suatu
rekening Cadangan Kerugian Piutang.
Jika barang tidak bergerak dijual secara angsuran,
perusahaan akan mendebit piutang usaha angsuran dan mengkredit perkiraan aktiva
yang bersangkutan serta mengkredit pula laba atas penjualan aktiva tersebut.
Jurnalnya
adalah:
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Aktiva tak
gerak xxxxxx
Laba atas penjualan aktiva tak
gerak xxxxxx
Pada metode ini memakai asumsi bahwa seluruh beban
sehubungan dengan penjualan angsuran terjadi pada periode yang sama dengan
penjualannya. Mengenai beban pada periode berikutnya, yaitu misalnya beban
tidak tertagihnya piutang dan lain sebagainya, harus diestimasi pada periode
terjadinya penjualan nagsuran yaitu dengan mendebit perkiraan beban dan
mengkredit perkiraan penilaian asset seperti penyisihan biaya penjualan
angsuran dan penyisihan piutang angsuran.
Jurnalnya adalah:
Beban usaha xxxxxx
Penyisihan
piutang angsuran xxxxxx
Jika pada periode berikutnya penjualan nagsuran tersebut
terjadi, perkiraan penyisihan tersebut
akan didebit, dan kas yang dikeluarkan serta saldo piutang usaha yang
tidak tertagih akan dikredit.
Jurnalnya
adalah:
Penyisihan piutang angsuran xxxxxx
Kas xxxxxx
Piutang
usaha angsuran xxxxxx
2.
Laba kotor diakui sejalan dengan realisasi penerimaan
kas
Dalam
metode ini laba kotor diakui sesuai dengan realisasi penerimaan kas dari
penjualan
angsuran
yang diterima pada periode akuntansi yang bersangkutan.
Prosedur
yang menghubungkan tingkat keuntungan dengan realisasi penerimaan angsuran pada
perjanjian penjualan angsuran adalah:
a.
Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai pengembalian
harga pokok (Cost) dari barang-barang yang dijual atau service yang diserahkan,
sesudah seluruh harga pokok (Cost) kembali, maka penerimaan-penerimaan
selanjutnya baru dicatat sebagai keuntungan. Prosedur ini dianggap sangat
konservatif. Dapat didukung jika timbul keraguan mengenai nilai yang dapat
diperoleh kembali, baik yang berkaitan dengan saldo atau sisa kontrak cicilan
maupun yang berkaitan dengan barang-barang yang terkena pemilikan kembali.
b.
Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai realisasi
keuntungan yang diperoleh sesuai dengan kontrak penjualan; sesudah seluruh
keuntungan yang ada terpenuhi, maka penerimaan-penerimaan selanjutnya dicatat
sebagai pengumpulan kembali atau pengembalian harga pokok (Cost).
c.
Setiap penerimaan
pembayaran yang sesuai dengan perjanjian dicatat baik sebagai pengembalian
harga pokok (Cost) maupun sebagai realisasi keuntungan di dalam perbandingan
yang sesuai dengan posisi harga pokok dan keuntungan yang terjadi pada saat
perjanjian penjualan angsuran ditandatangani. Di dalam hal ini keuntungan akan
selalu sejalan dengan tingkat pembayaran angsuran selama jangka perjanjian.
Metode
ini memberikan kemungkinan untuk mengakui, keuntungan prosporsional dengan
tingkat penerimaan pembayaran angsuran. Di dalam akuntansi prosedur demikian
dikenal dengan metode angsuran atau dasar angsuran (installment method or
installment basis).
Pada metode
ini jika harta tak gerak (bukan barang dagang) dijual secara angsuran,
perusahaan akan mendebit perkiraan piutang usaha angsuran dan mengkredit harta
yang bersangkutan serta mengkredit laba kotor yang ditangguhkan (yang belum
direalisasi).
Jurnalnya adalah:
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Aktiva
Tetap xxxxxx
Laba
kotor yang ditangguhkan (yang belum direalisasi) xxxxxx
Mengenai
penagihan piutang usaha angsuran tersebut akan dicatat dengan mendebit
perkiraan kas dan mengkredit perkiraan piutang usaha
Jurnalnya adalah:
Kas xxxxxx
Piutang
usaha angsuran xxxxxx
Selanjutnya pada
akhir periode, saat dilakukan jurnal penyesuaian akan dicatat sbb:
Jurnalnya
adalah:
Laba
kotor yang belum direalisasi xxxxxx
Laba kotor yang direalisasi xxxxxx
Laba kotor yang belum direalisasi adalah selisih antara penjualan angsuran
dengan harga
pokoknya. Laba kotor yang
berlum direalisasi akan direalisasi pada saat penerimaan piutang usaha angsuran
yaitu dengan mengalikan presentase laba kotor dengan kas yang diterima dari
piutang usaha angsuran tersebut.
Untuk menghitung presentase laba kotor yaitu dengan membagi
laba kotor yang belum dieralisasi dengan penjualan angsuran yang bersangkutan
dan hasilnya dikalikan 100%.
Laba kotor
ditangguhkan = Penjualan – HPP (Harga
Pokok Penjualan)
% Laba kotor = (Laba kotor yang belum direalisasi :
Penjualan angsuran) x 100%
Contoh soal:
1.
PT Orascle telah membeli sebuah tanah di daerah Jakarta
dengan harga perolehan Rp. 170.000.000,00. di samping itu PT Orascle juga
membayar biaya-biaya lainnya seharga Rp. 10.000.000,00
Pada
tanggal 1 mei 2000, PT Hadouken membeli tanah tersebut seharga Rp.
240.000.000,00. PT Hadouken membayar uang muka sebesar Rp. 40.000.000,00 dan
sisanya akan dibayar angsuran sebanyak 10 kali setengah tahunan, setiap kali
angsuran Rp. 20.000.000,00. PT Orascle mengenakan bunga 18% pertahun terhadap
sisa angsuran. Komisi dan beban penjualan dibayar tunai sebesar 2% dari harga
jual. Periode akuntansi perusahaan sama dengan tahun fiskal.
Diminta : Catatlah transaksi-transasksi
tersebut ke dalam jurnal untuk tahun 2000 dan 2001, dengan menggunakan
a.
Laba kotor diakui pada saat penjualan
b.
Laba kotor diakui sejalan dengan realisasi penerimaan kas
Jawaban:
a.
Laba kotor diakui pada saat penjualan
1 mei 2000
v Penjualan tanah
dengan harga jual Rp.
240.000.000,00
Piutang
usaha angsuran Rp.
240.000.000,00
Tanah Rp.
180.000.000,00
Laba atas
penjualan tanah Rp.
60.000.000,00
v Penerimaan uang
muka
Kas Rp.
40.000.000,00
Piutang
usaha angsuran Rp.
40.000.000,00
v Dibayar komisi dan
beban penjualan (2% x Rp. 240.000.000,00)
Beban
komisi dan penjualan Rp.
4.800.000,00
Kas Rp.
4.800.000,00
1 november 2000
v
Dibayar angsuran pertama dan bunga (6/12 x 18% x Rp.
200.00.000,00)
Kas Rp.
38.000.000,00
Piutang usaha
angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan
bunga Rp.
18.000.000,00
31 desember 2000
v Jurnal penyesuaian
bunga (2/12 x 18% x Rp. 180.000.000)
Piutang
Bunga Rp.
5.400.000,00
Pendapatan bunga Rp.
5.400.000,00
v Realisasi Laba
kotor
Tidak
ada jurnal
v Ayat jurnal
penutup
Laba atas penjualan tanah Rp.
60.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
23.400.000,00
Beban komisi
dan penjualan Rp.
4.800.000,00
Ikhtisar
Rugi/Laba Rp.
78.600.000,00
1 januari 2001
v Ayat jurnal
pembalik
Pendapatan
bunga Rp.
5.400.000,00
Piutang bunga
Rp.
5.400.000,00
1 mei 2001
v Penerimaan
angsuran dan bunga (6/12 x 18% x Rp. 180.000.000,00)
Kas Rp.
36.200.000,00
Piutang usaha
angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan
bunga Rp.
16.200.000,00
1 november 2001
v Penerimaan
angsuran dan bunga (6/12 x 18% x Rp. 160.000.000,00)
Kas Rp.
34.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
14.400.000,00
31 desember 2001
v Ayat jurnal
penyesuaian bunga (2/12 x 18% x 140.000.000,00)
Piutang
bunga Rp.
4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp.
4.200.000,00
v Realisasi laba
kotor
Tidak
ada jurnal
v Ayat jurnal
penutup
Pendapatan
bunga Rp.
29.400.000,00
Ikhtisar rugi laba Rp.
29.400.000,00
b.
Laba kotor diakui sejalan dengan penerimaan kas
1 mei 2000
v Penjualan tanah
seharga Rp. 240.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
240.000.000,00
Tanah Rp.
180.000.000,00
Laba kotor yang belum
direalisasi Rp.
60.000.000,00
v
Penerimaan uang muka
Kas Rp.
40.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
40.000.000,00
v Dibayar komisi dan
beban penjualan (2% x Rp. 240.000.000,00)
Beban
komisi dan penjualan Rp.
4.800.000,00
Kas Rp.
4.800.000,00
1 november 2000
v Dibayar angsuran
pertama dan bunga (6/12 x 18% x Rp. 200.000.000,00)
Kas Rp.
38.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
18.000.000,00
31 desember 2000
v Jurnal penyesuaian
bunga (2/12 x 18% x Rp.180.000.000,00)
Piutang
bunga Rp.
5.400.000,00
Pendapatan bunga Rp.
5.400.000,00
v Realisasi Laba
kotor
Laba
kotor yang belum direalisasi Rp.
15.000.000,00
Realisasi laba kotor Rp.
15.000.000,00
v Ayat jurnal
penutup
Realisasi
laba kotor Rp.
15.000.000,00
Pendapatan
bunga Rp.
23.400.000,00
Beban komisi dan penjualan Rp.
4.800.000,00
Ikhtisar rugi/laba Rp.
33.600.000,00
1
januari 2001
v Ayat jurnal
pembalik
Pendapatan
bunga Rp.
5.400.000,00
Piutang bunga Rp.
5.400.000,00
1
mei 2001
v
Penerimaan angsuran dan bunga (6/12 x 18% x Rp.
180.000.000,00)
Kas Rp.
36.200.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
16.200.000,00
1 november 2001
v
Penerimaan angsuran dan bunga (6/12 x 18% x Rp.
160.000.000,00)
Kas Rp.
34.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
14.400.000,00
31 desember 2001
v
Ayat jurnal penyesuaian bunga (2/12 x 18% x Rp.
140.000.000,00)
Piutang
bunga Rp.
4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp.
4.200.000,00
v Realisasi laba
kotor (10% x Rp.40.000.000,00)
Laba
kotor yang belum direalisasi Rp.
10.000.000,00
Realisasi laba kotor Rp.
10.000.000,00
v Ayat jurnal
penutup
Realisasi
laba kotor Rp.
10.000.000,00
Pendapatan
bunga Rp.
29.400.000,00
Iktisar rugi/laba Rp.
39.400.000,00
Pada penjualan
angsuran dengan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan terjadi, akan
diakui laba kotor sebesar Rp. 60.000.000,00 pada tahun 2000, yaitu pada saat
penjualan terjadi (jurnal tanggal 1 mei 2000).
Sedangkan pada
metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas juga akan mengakui
laba kotor sebesar Rp. 60.000.000,00 pula. Hal ini dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tahun Penerimaan angsuran Presentase laba kotor Pengakuan laba kotor
2000 Rp.
60.000.000,00 25% Rp. 15.000.000,00
2001 Rp.
40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2002 Rp. 40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2003 Rp. 40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2004 Rp.
40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2005 Rp. 20.000.000,00 25% Rp. 5.000.000,00
Rp. 240.000.000,00 Rp.
60.000.000,00
Apabila
kewajiban tidak dapat dipenuhi oleh pihak pembeli, maka pihak penjual akan
menarik kembali harta yang telah dijual. Pencatatan atas penarikan kembali
harta tersebut tergantung dari metode pengakuan laba kotor yang digunakan. Jika laba kotor laba kotor diakui pada saat
penjualan terjadi, maka harta yang dimiliki tersebut diakui sebesar harga pasar
yang wajar, kemudian membatalkan saldo piutang usaha nagsuran dan menimbulkan
laba atau rugi karena pemilikan kembali. Jika menggunakan metode pengakuan laba
kotor sejalan dengan penerimaan kas, maka harta yang dimiliki tersebut diakui
sebesar harga pasar yang wajar, kemudian membatalkan laba kotor yang belum
direalisasi serta saldo piutang usaha angsuran dan menimbulkan laba atau rugi
karena pemilikan kembali. Contoh kasus ketidakmampuan pelunasan piutang usaha
angsuran adalah:
2.
Mengacu pada soal no 1 bila pada tanggal 1 mei 2002, PT.
Hadouken tidak dapat membayar (memenuhi) kewajibannya. PT Orascle kemudian
menarik hartanya kembali dan pada tanggal tersebut tanah itu dinilai menurut
harga pasarnya yaitu sebesar Rp. 150.000.000,00.
PT.
Hadouken menerima 5% dari jumlah yang telah dibayarnya tetapi tidak termasuk
bunga.
Diminta: Buatlah perhitungan rugi/laba dan jurnal
pemilikan kembali untuk
a.
Laba kotor diakui pada saat penjualan
b.
Laba kotor diakui sejalan dengan penerimaan kas
Jawaban:
a.
Laba kotor diakui pada saat penjualan
Jumlah piutang yang diterima Rp.
100.000.000,00
Jumlah
yang dikembalikan kepada PT Hadouken (10%) Rp.
5.000.000,00
Rp.
95.000.000,00
Harga pokok tanah
Rp. 180.000.000,00
Nilai pasar Rp. 150.000.000,00
Penurunan nilai tanah Rp.
30.000.000,00
Total laba pemilikan kembali Rp. 65.000.000,00
Laba kotor yang telah diakui Rp. 60.000.000,00
Laba (rugi) pemilikan kembali Rp. 5.000.000,00
v Jurnal pemilikan
kembali
Tanah Rp.
150.000.000,00
Kas Rp.
5.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
140.000.000,00
Laba atas pemilikan kembali Rp.
5.000.000,00
b.
Laba kotor diakui sejalan dengan penerimaan kas
Jumlah
piutang yang diterima Rp.
100.000.000,00
Jumlah yang dikembalikan (5%) Rp.
5.000.000,00
Rp.
95.000.000,00
Harga
pokok tanah Rp. 180.000.000,00
Nilai pasar Rp. 150.000.000,00
Penurunan nilai tanah Rp.
30.000.000,00
Total
laba pemilikan kembali Rp.
65.000.000,00
Laba kotor yang telah diakui Rp.
25.000.000,00
Laba
(Rugi) karena pemilikan kembali Rp.
40.000.000,00
v Jurnal pemilikan
kembali
Tanah Rp.
150.000.000,00
Laba
kotor yang belum direalisasi Rp.
35.000.000,00
Kas Rp.
5.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
140.000.000,00
Laba atas pemilikan kembali Rp. 40.000.000,00
Untuk
kedua metode di atas masih diperlukan sebuah jurnal lagi, yaitu jurnal untuk
menutup piutang bunga, pada akhir tahun 2001 sebesar Rp. 4.200.000,00 sebagai
kerugian.
Ayat jurnal pembalik
1 januari 2000
Pendapatan
bunga Rp.
4.200.000,00
Piutang bunga Rp.
4.200.000,00
v Ayat jurnal
penutup
Laba
yang ditahan Rp.
4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
IV.
PENYUSUNAN
LAPORAN KEUANGAN PADA PENJUALAN ANGSURAN
A.
Neraca
Penyusunan
neraca pada perusahan yang melakukan penjualan nagsuran sama dengan penjualan
biasa, hanya terdapat hal yang harus dieprhatikan adalah:
1.
Piutang usaha angsuran biasanya dikelompokkan sebaagi
aktiva lancar dan harus dijelaskan pada penjelasan laporan keuangan atau dengan
catatan kaki yang mengungkapkan tanggal jatuh temponya. Hal ini dengan asumsi
bahwa definisi dari aktiva lancar adalah sumber-sumber yang diharapkan dapat
direalisir menjadi kas atau dijual. Maka jangka waktu piutang usaha angsuran
tersebut diabaikan.
2.
Laba kotor yang belum direalisasikan dapat dikelompokkan:
Ø Kelompok kewajiban
atau pendapatan yang belum direalisasi.
Ø Pengurang piutang
usaha angsuran.
Ø Kelompok modal
yang menjadi bagian dari laba yang ditahan
Cara
yang paling umum adalah laba kotor yang belum direalisasi dicatat sebagai
kelompok kewajiban.
B.
Laporan Rugi/Laba dan Daftar analisa realisasi laba kotor
Di
dalam penyusunan perhitungan rugi/laba untuk penjualan angsuran, harus
dipisahkan antara penjualan biasa dengan angsuran. Laba kotor penjualan
angsuran periode tersebut dikurangi dengan saldo laba kotor yang belum
direalisasi pada akhir periode, yang menghasilkan laba kotor periode tersebut yang
telah direalisasi.
V.
PENGAKUAN
LABA PENJUALAN ANGSURAN DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN
v
Undang-undang
Perpajakan No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Menurut
salah satu metode penjualan angsuran bahwa laba kotor diakui sejalan dengan
tagihan uang kas yang diterima, sehingga laba kotor akan diakui untuk beberapa
periode fiskal. Sedangkan menurut pajak penghasilan sesuai dengan undang-undang
no.7 bahwa laba hasrus diakui pada saat penjualan dilakukan. Sehingga terdapat
perbedaan persepsi antara laba menurut metode penjualan angsuran dengan
undang-undang pajak penghasilan.
Menurut
Prinsip Akuntansi Indonesia pasal 9 tentang pajak penghasilan, yaitu:
Ø Dalam Perhitungan
rugi/laba, jumlah pajak penghasilan dapat dihitung berdasarkan laba menurut
akuntansi atau laba kena pajak, dengan tarif sebagaimana ditetapkan oleh
fiskus.
Ø Dalam hal pajak
penghasilan dihitung menurut laba akuntansi, selisih perhitungan tersebut
dengan hutang pajak (yang dihitung menurut laba kena pajak), yang disebabkan
“perbedaan waktu” pengakuan pendapatan dan beban untuk tujuan akuntansi dengan
tujuan pajak akan ditampung ke dalam pos “pajak penghasilan yang ditangguhkan”
dan dialokasikan pada beban pajak pengahsilan tahun-tahun berikutnya. Sehingga
dengan demikian jika perusahaan menghitung laba menurut metode pengakuan laba
kotor sejalan dengan penerimaan kas hasil penjualan angsuran, maka selisih
antara pajak penghasilan perusahaan dengan pajak pengahsilan menurut fiskus
ditampung dalam perkiraan pajak penghasilan yang ditangguhkan (belum
direlisasi).
Contoh soal:
1.
Bila PT Hadouken mendapatkan laba untuk tahun 1999 sebesar
Rp. 10.250.000,00. Sedangkan menurut undang-undang pajak penghasilannya adalah
Rp. 9.500.000,00. Buatlah jurnal untuk menyesuaikannya!
Pajak
pengahsilan menurut perusahaan Rp.
10.250.000,00
Pajak pengahsilan menurut UU pajak
penghasilan Rp.
9.500.000,00
Selisih
Rp.
750.000,00
Ø Jurnal untuk
mencatat pembebanan pajak tersebut
Ikhtisar
rugi/laba Rp.
10.250.000,00
Hutang pajak (PPh pasal 29) Rp.
9.500.000,00
Pajak penghasilan yang ditangguhkan Rp. 750.000,00
Jika
perusahaan menggunakan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan
angsuran, maka tidak terdapat perbedaan antara laba menurut perusahaan dengan
laba menurut pajak.
v Undang-undang perpajakan No.8 tahun
1983 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas
barang mewah
Untuk
perusahaan dagang umumnya dan perusahaan dagang angsuran harus ditetapkan
apakah perusahaan tersebut adalah pengusaha kena pajak (PKP) atau non PKP.
Bila
perusahaan tersebut adalah PKP, maka untuk seluruh penjualan barang dagangnya
harus dikenakan PPN. Dan bila merupakan non PKP maka tidak boleh dipungut PPN.
PPN yang dikenakan atas nilai jual ini disebut sebagai PPN keluaran. Sedangkan
PPN atas barang yang dibeli merupakan PPN masukkan. PPN masukkan dapat dikreditkan dengan PPN
keluaran.
Selain
itu perusahaan juga membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bila
barang yang dibeli merupakan kategori barang mewah. Tarif ini berkisar anatar 10% - 30%. PPnBM ini dikenakan hanya sekali pada
pengusaha dan tidak daoat dikreditkan dengan PPN keluarannya sehingga harus
dimasukkan sebagai harga pokok barang yang dibelinya.
VI.
BUNGA
PADA PENJUALAN ANGSURAN
Dalam
penjualan angsuran pihak penjual biasanya juga memperhitungkan bunga atas saldo
angsuran yang belum dibayar disamping
memperhitungkan laba.
Bunga dalam penjualan angsuran harus
dipisahkan dari pengakuan laba kotor dari hasil usaha bagi pihak penjual,
sedangkan untuk pihak pembeli unsur bunga harus dipisahkan dari harga perolehan
dari barang angsuran yang dimilikinya.
Dalam
menghitung bunga, dapat dilakukan denagn beberapa cara, yaitu:
v Bunga dihitung
dari saldo pokok pinjaman yang belum dilunasi selama jangka waktu angsuran
(bunga dihitung dari saldo menurun), disebut Long End Interest.
v Bunga dihitung
dari akumulasi pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo (tidak termasuk uang
muka) yang dihitung sejak pembayaran angsuran pertama sampai dengan paling
akhir, disebut Short End Interest.
v Bunga dihitung
secara anuitet. Setiap periode sama besarnya dan di dalam setiap pembayaran
angsuran mengandung unsure pelunasan angsuran dan bunga.
v Bunga selama masa
pembayran angsuran diitung dari harga kontrak awal setelah diperhitungkan
dnegan uang muka.
Contoh
Soal:
PT
Hadouken menjual peralatannya secara angsuran. Pada tanggal 1 februari 1998,
dijual peralatan secara angsuran dengan harga jual sebesar Rp. 10.000.000,00. Pembeli membayar uang muka
sebesar Rp. 1.000.000,00 dan sisanya dibayar secara angsuran sebanyak 10 kali
bulanan dengan bunga sebesar 12% pertahun. Harga pokok perlatan adalah Rp.
8.000.000,00. Buat perhitungan bunga dan
jurnal yang diperlukan untuk 3 bulan pertama !
Jawaban:
1.
Bunga
dihitung dari saldo pokok pinjaman yang belum dilunasi selama jangka waktu
angsuran.
Pada
cara ini bunga yang dibebankan pada setiap kali angsuran dihitung dari saldo
pokok pinjaman awal periode tersebut. Bunga yang dibayar setiap periode akan
makin lama makin kecil, sesuai dengan makin kecilnya saldo pinjaman penjualan
angsuran tersebut.
Perhitungan bunga dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tanggal
Saldo pokok Angsuran Bunga 1% Jumlah yang
Pinjaman per bulan harus
dibayar
1’2’1998 10.000.000 -- -- --
1’2’1998
9.000.000 1.000.000 -- 1.000.000
1’3’1998 8.100.000 900.000 90.000 990.000
1’4’1998 7.200.000 900.000 81.000 981.000
1’5’1998 6.300.000
900.000 72.000 972.000
1’6’1998 5.400.000 900.000 63.000 963.000
1’7’1998 4.500.000 900.000
54.000 954.000
1’8’1998 3.600.000 900.000 45.000 945.000
1’9’1998 2.700.000 900.000 36.000 936.000
1’10’1998 1.800.000 900.000 27.000 927.000
1’11’1998 900.000 900.000 18.000 918.000
1’12’1998
-- 900.000 9.000 909.000
Jumlah -- 10.000.000
495.000 --
Jurnal transaksi:
Tanggal Buku penjual Buku pembeli
1’2’1998 Kas 1.000.000 Peralatan 10.000.000
Piutang usaha angsuran 9.000.000 Kas 1.000.000
Penjualan
angsuran 10.000.000 Hutang angsuran
9.000.000
1’3’1998 Kas 990.000 Hutang angsuran 900.000 Piutang
usaha angsuran 900.000 Beban bunga 90.000 Pendapatan
bunga 90.000 Kas
990.000
1’4’1998 Kas 981.000 Hutang angsuran 900.000
Piutang
usaha angsuran 900.000 Beban bunga 81.000
Pendapatan
bunga 81.000 Kas 981.000
2.
Bunga
dihitung dari akumualsi pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo (tidak
termasuk
uang muka)
Cara
ini menghitung bunga dari akumulasi pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo.
Dengan demikian bunga yang dibebankan makin lama makin besar, seiirng dengan
makin membesarnya akumulasi pembayaran angsuran tiap periode.
Pembayaran
bunga dengan metode ini tidak sesuai dengan system bunga accrual. Pada sitem tersebut,
bunga dihitung dari saldo pinjaman yang belum dilunasi dan bukan dari akumualsi
angsuran yang jatuh tempo. Oleh karena itu jika perusahaan membuat laporan
keuangan tiap akhir periode, maka harus dilakukan penyesuaian atas bunga
menurut system accrual.
Perhitungan bunga dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tanggal
Saldo pokok Angsuran Bunga 1% Jumlah yang
Pinjaman per bulan harus
dibayar
1’2’1998 10.000.000 -- -- --
1’2’1998
9.000.000 1.000.000 -- 1.000.000
1’3’1998 8.100.000 900.000 9.000 909.000
1’4’1998 7.200.000 900.000 18.000 918.000
1’5’1998 6.300.000
900.000 27.000 927.000
1’6’1998 5.400.000 900.000 36.000 936.000
1’7’1998 4.500.000 900.000
45.000 945.000
1’8’1998 3.600.000 900.000 54.000 954.000
1’9’1998 2.700.000 900.000 63.000
963.000
1’10’1998 1.800.000 900.000 72.000 972.000
1’11’1998 900.000 900.000 81.000 981.000
1’12’1998
-- 900.000 90.000 990.000
Jumlah -- 10.000.000
495.000 --
Jurnal transaksi:
Tanggal Buku Penjual Buku Pembeli
1’2’1998
Kas 1.000.000
Peralatan 10.000.000
Piutang usaha angsuran 9.000.000 Kas 1.000.000
Penjualan
angsuran 10.000.000 Hutang angsuran 9.000.000
1’3’1998
Piutang bunga 9.000 Beban bunga 9.000
Pendapatan
bunga 9.000
Hutang bunga 9.000
Kas 909.000
Hutang angsuran 900.000
Piutang
bunga 9.000 Hutang bunga 9.000
Piutang
usaha angsuran 900.000 Kas 909.000
1’4’1998
Piutang bunga 18.000
Beban bunga 18.000
Pendapatan
bunga 18.000
Hutang bunga 18.000
Kas 918.000
Hutang angsuran 900.000
Piutang
bunga 18.000 Hutang
bunga 18.000
Piutang
usaha angsuran 9000.00 Kas 918.000
3.
Bunga
dihitung secara anuitet
Pada
cara ini pembayaran setiap periodenya sama besarnya, dan setiap pembayran
tersebut meliputi pembayran pokok pinjaman dan pembayran bunga. Pembayaran
dengan cara ini disebut sebagai pembayaran anuitet. Untuk mencari jumlah
pembayran anuitet setiap periode digunakan rumus:
T
= Jumlah angsuran yang belum
lunas
T
= Ann 1- 1/(1 + i )n Ann = Pembayaran angsuran setiap periode
i n
= Jumlah periode angsuran; i
= Bunga per periode
Dalam
contoh diatas maka pembayaran anuitet dapat dicari sebagai berikut :
Rp.
9.000.000 = Ann 1- 1/(1+1%)10
1%
Rp. 9.000.000 = Ann
x 9,4713045
Ann = 950.238, 692
4.
Bunga
selama masa pembayaran angsuran dihitung dari harga kontrak awal setelah
diperhitungkan dengan uang muka.
Pada
cara ini bunga untuk setiap periode dihitung dari saldo awal pokok pinjaman
setelah dikurangi dengan uang muka. Sehingga dengan demikian buinga yang
dibebankan untuk setiap periode sama besarnya dan jumlah angsuran ditambah
bunga periode terebut akan menghasilkan jumlah yang sama besar pula.
Contoh terkait diatas:
Bunga untuk setiap
periode = 1% x Rp. 9.000.000,00
= Rp. 90.000,00
Angsuran untuk setiap
periode = Rp. 900.000 + Rp. 90.000,00
= Rp. 990.000,00
Tabel
perhitungan bunga
Bunga
dihitung Pembayaran
Total Saldo
Tanggal dari saldo pokok pokok pinjaman pembayaran pokok
pinjaman pinjaman
1’2’1998 -- --
-- 10.000.000
1’2’1998 -- 1.000.000 1.000.000 9.000.000
1’3’1998 90.000 900.000 990.000 8.010.000 1’4’1998 90.000 900.000 990.000 7.020.000
1’5’1998 90.000 900.000 990.000 6.030.000
1’6’1998 90.000 900.000 990.000 5.040.000 1’7’1998 90.000 900.000 990.000 4.050.000 1’8’1998 90.000 900.000
990.000 3.060.000
1’9’1998 90.000 900.000 990.000 2.070.000
1’10’1998
90.000 900.000 990.000 1.080.000
1’11’1998
90.000 900.000 990.000 990.000
1’12’1998
90.000 900.000 990.000 --
Jumlah 900.000 10.000.000 10.900.000
Dari keempat cara di atas, bila dipandang dari
sudut perusahaan yang melakukan penjualan angsuran, maka cara yang terakhir
yang menghasilkan bunga lebih besar dari cara yang lainnya. Biasanya dalam
dunia usaha penjualan angsuran digunakan cara pertama. ketiga dan keempat.
VII.
Hubungan
Penjualan Angsuran Dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Dalam
hubungannya dengan SAK, penjualaan angsuran dapat dikatakan berhubngan dengan:
a.
PSAK NO. 16 tentang Aktiva Tetap Dan Aktiva Lain-Lain
Hal
ini dikarenakan, kebanyakan penjualan angsuran adalah aktiva tetap sebuah
perusahaan, seperti : gedung, tanah, peralatan. Dalam penjualan aktiva tetap
ini akan muncul piutang dan bunga.
b. PSAK NO. 44 tentang Akuntansi Aktivitas Pengembangan
Real Estat
Hal
ini dikarenakan, penjualan angsuran pada mulanya adalah penjualan real estat,
ditambah lagi penjualan real estat sampai sekarang masih merupakan cicilan,
jarang sekali yang membayar langsung karena begitu besar biaya yang harus
dikeluarkan sehingga lebih baik di cicil.
c. PSAK NO. 46 tentang Akuntansi Pajak
Penghasilan
Hal
ini dikarenakan, dalam perhitungan pajak penghasilan dari sebuah perusahaan,
kadang kala terdapat selisih pajak dan juga pengaturan atas selisih pajak ini
harus disesuaikan sehingga tidak menimbulkan suatu kerancuan.
d. PSAK NO. 47 tentang Akuntansi Tanah
Hal
ini dikarenakan, dalam prakteknya tanah adalah suatu aktiva yang banyak
diperjual belikan dengan angsuran, karena mahalnya harga tanah terlebih lagi di
kota besar.
e. PSAK NO. 48 tentang Penurunan Nilai Aktiva
Hal ini dikarenakan,
dlam penjualan angsuran bila si pembeli tidak mampu membayar maka akan
terdapat pemilikan kembali akan aktiva tersebut dan
biasanya harganya cendenrung menurun dari
harga sewaktu menjual aktiva tersebut secara angsuran.
VIII.
Variasi
Soal
1.
PT Surken yang bergerak dalam bidang ekspor impor akan
menjual aktiva tetap miliknya, yaitu 3 bidang tanah di Irian, Maluku dan di
Sulawesi.
a.
Tanah di Irian berharga pokok Rp. 190.000.000,00 dan akan
dibeli oleh PT Hadouken seharga Rp. 250.000.000,00. Disamping itu PT Surken
membayar komisi dan beban penjualan sebesar 1 % dari harga jual. Rencananya
penjualan akan menggunakan metode cicilan yang mangakui laba kotor pada saat
penjualan, PT Hadouken akan mencicil pembayaran sebanyak 5 kali setengah
tahunan dan PT Surken mengenakan bunga sebesar 12 % atas cicilan tersebut serta
PT Hadouken telah membayar Rp. 50.000.000,00. Sebelumnya PT Surken juga telah
membayar Rp. 10.000.000,00 untuk biaya pengurusan tanah yang di Irian tersebut.
PT Hadouken membeli tanah tersebut tanggal 1 April 1999.
b.
Tanah di Maluku akan dibeli oleh PT Surkep, tanah di Maluku
ini rencananya akan dicatat dengan metode laba kotor sejalan dengan penerimaan
kas. Harga beli tanah di sana adalah Rp. 145.000.000,00 dan biaya untuk
penggantian biaya surat tanah sebesar
Rp. 5.000.000,00. PT Surkep membeli tanah tersebut pada tanggal 29 februari
1998 seharga Rp. 200.000.000,00 dengan
cicilan sebanyak 5 kali setengah tahunan dan sudah memberikan uang muka sebesar
Rp. 20.000.000,00. Bunga yang dikenakan sebesar 12 %, dan PT Surken membayar
komisi dan beban penjualan sebesar 2 % dari harga jual.
c.
Tanah di Sulawesi akan dibeli oleh PT Gadifs. Tanah
tersebut memiliki harga beli Rp. 300.000.000,00 (dengan surat-surat). PT Gadifs
membeli tanah tersebut tanggal 1 maret 1998 seharga Rp. 400.000.000, dengan
metode cicilan yang mengakui laba kotor pada saat penjualan. PT Gadifs juga
membayar uang muka sebesar Rp. 100.000.000,00 dan sisanya diangsur 10 kali dan
atas angsuran tersebut dikenakan bunga 12%. Untuk beban komisi penjualan PT
Surken membayar Rp. 10.000.000,00. Malangnya, PT Gadifs salah dalam
berinvenstasi sehingga tanggal 1 maret 2000 tidak mampu memenui kewajibannya.
PT Surken terpaksa harus menarik kembali tanahnya, dan pada waktu itu harga
tanah tersebut Rp. 250.000.000,00 dan dikembalikan 15% dari jumlah yang telah
dibayar.
Pertanyaan
:
Buatlah
seluruh jurnal yang mencatat transaksi penjualan tersebut untuk 2 tahun !
Jawaban :
a. Laba kotor diakui pada saat penjualan
1 April 1999
v Mencatat penjualan
tanah
Piutang
usaha angsuran Rp.
250.000.000,00
Tanah Rp. 200.000.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp.
50.000.000,00
v Mencatat
penerimaan uang muka
Kas Rp.
50.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
50.000.000,00
v Membayar komisi
dan beban penjualan (1% x Rp. 250.000.000,00)
Beban
penjualan Rp. 2.500.000,00
Kas Rp.
2.500.00,00
1 Oktober 1999
v
Mencatat pembayaran angsuran pertama dan bunga (6/12 x 12%
x Rp. 200.000.000,00)
Kas Rp.
32.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
12.000.000,00
31
Desember 1999
v
Mencatat jurnal penyesuaian bunga (3/12 x 12% x Rp.
180.000.000,00)
Piutang
Bunga Rp.
5.400.000,00
Pendapatan Bunga Rp.
5.400.000,00
v
Ayat Jurnal Penutup
Laba
atas penjualan tanah Rp.
50.000.000,00
Pendapatan
bunga Rp.
17.400.000,00
Beban penjualan Rp.
2.500.000,00
Ikhtisar
Rugi/Laba Rp.
64.900.00,00
1 Januari 2000
v Mencatat ayat
jurnal pembalik
Pendapatan
bunga Rp.
5.400.000,00
Piutang bunga Rp.
5.400.000,00
1 April 2000
v Mencatat
pembayaran angsuran kedua dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 180.000.000,00)
Kas Rp.
30.800.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
10.800.000,00
1
Oktober 2000
v Mencatat
pembayaran angsuran ketiga dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 160.000.000,00)
Kas Rp.
29.600.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
9.600.000,00
31
Desember 2000
v
Ayat jurnal penyesuaian bunga (3/12 x 12% x 140.000.000,00)
Piutang
bunga Rp.
4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp.
4.200.000,00
v
Ayat jurnal penutup
Pendapatan
bunga Rp.
19.200.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp.
19.200.000,00
1 Januari 2001
v
Ayat jurnal pembalik
Pendapatan
bunga Rp.
4.200.000,00
Piutang bunga Rp.
4.200.000,00
1
April 2001
v
Mencatat pembayarn angsuran dan bunga (6/12 x 12% x Rp.
140.000.000,00)
Kas Rp.
28.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
8.400.000,00
b.
Laba
kotor diakui sejalan dengan penerimaan kas
29 Februari 2000
v
Mencatat penjualan tanah
Piutang
usaha angsuran Rp.
200.000.000,00
Tanah Rp.
150.000.000,00 Laba kotor yang ditangguhkan Rp.
50.000.000,00
v Mencatat
penerimaan uang muka
Kas Rp. 20.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
v Membayar beban dan
komisi penjualan (2% x Rp. 200.000.000,00)
Beban
penjualan Rp.
4.000.000,00
Kas Rp.
4.000.000,00
1 September 2000
v
Dibayar angsuran dan bunga
(6/12 x 12%x 180.000.00,00)
Kas Rp.
30.800.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
10.800.000,00
31 Desember 2000
v
Ayat jurnal Penyesuaian (4/12 x 12% x Rp 160.000.000,00)
Piutang
bunga Rp.
6.400.000,00
Pendapatan bunga Rp.
6.400.000,00
v
Realisasi Laba kotor
% LK =
(50.000.000:200.000.000) x 100% = 25%
LKBD =
25 % x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00
Laba
kotor yang ditangguhkan Rp.12.500.000,00
Laba kotor yang direalisasikan Rp.
12.500.000,00
v
Ayat Jurnal Penutup
Laba
kotor yang direalisasikan Rp.
12.500.000,00
Pendapatan
bunga Rp.
17.200.000,00
Beban penjualan Rp.
4.000.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp.
25.700.000,00
1 Januari 2001
v
Ayat Jurnal Pembalik
Pendapatan
bunga Rp.
6.400.000,00
Piutang bunga Rp.
6.400.000,00
29 Februari 2001
v Penerimaan
angsuran dan bunga (6/12 x 12% x Rp.
160.000.00,00)
Kas Rp.
29.600.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
9.600.000,00
1
September 2001
v
Penerimaan angsuran dan bunga (6/12 x 12% x Rp.
140.000.000,00)
Kas Rp.
28.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
8.400.000,00
31 Desember 2001
v
Ayat jurnal penyesuaian bunga (4/12 x 12% x Rp.
120.000.000,00)
Piutang
bunga Rp.
4.800.000,00
Pendapatan bunga Rp.
4.800.000,00
v
Realisasi Laba kotor (25% x Rp. 50.000.000,00 –
Rp.12.500.000,00 )
Laba
kotor yang ditangguhkan Rp.
9.375.000,00
Laba kotor yang direalisasi Rp.
9.375.000,00
v
Ayat jurnal penutup
Pendapatan
bunga Rp. 16.400.000,00
Laba
kotor yang direalisasi Rp.
9.375.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp.
25.775.000,00
1 Januari 2002
v
Ayat Jurnal Pembalik
Piutang
Bunga Rp.
4.800.000,00
Pendapatan Bunga Rp.
4.800.000,00
29 Februari 2002
v
Dibayar angsuran dan bunga (6/12 x 12% x Rp.
120.000.000,00)
Kas Rp.
27.200.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
7.200.000,00
c. Laba kotor diakui pada saat penjualan
1 Maret 1998
v
Mencatat penjualan tanah
Piutang
usaha angsuran Rp.
400.000.000,00
Tanah Rp.
300.000.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp.
100.000.000,00
v
Mencatat penerimaan uang muka
Kas Rp.
100.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
100.000.000,00
v
Mencatat beban dan komisi penjualan
Beban
penjualan Rp.
10.000.000,00
Kas Rp.
10.000.000,00
1
September 1998
v
Dibayar angsuran pertama dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 200.000.000,00)
Kas Rp.
32.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp.
12.000.000,00
31 Desember 1998
v
Ayat jurnal penyesuaian (4/12 x 12%x Rp. 180.000.000,00)
Piutang
bunga Rp.
7.200.000,00
Pendapatan bunga Rp.
7.200.000,00
v
Ayat jurnal penutup
Laba
atas penjualan tanah Rp. 100.000.000,00
Pendapatan
bunga Rp.
19.200.000,00
Beban penjualan Rp.
10.000.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp.
118.200.000,00
1 Januari 1999
v Ayat jurnal
pembalik
Pendapatan
bunga Rp.
7.200.000,00
Piutang bunga Rp.
7.200.000,00
1 Maret 1999
v Dibayar angsuran
dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 180.000.000,00)
Kas Rp.
30.800.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00
Pendapatan
bunga Rp.
10.800.000,00
1 September 1999
v Dibayar angsuran
dan bunga (6/12 x 12%x Rp. 160.000.000,00)
Kas Rp.29.600.000,00
Piutang usaha angsuran Rp.
20.000.000,00 Pendapatan bunga Rp. 9.600.000,00
31 Desember 1999
v Ayat jurnal
penyesuaian bunga (4/12 x 12%x Rp. 140.000.000,00)
Piutang
bunga Rp.
5.600.000
Pendapatan bunga Rp.
5.600.000,00
v Ayat jurnal
penutup
Pendapatan
bunga Rp.
18.800.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp.
18.800.000,00
1
Januari 2000
v
Ayat jurnal pembalik
Pendapatan
bunga Rp.
5.600.000,00
Piutang bunga Rp.
5.600.000,00
Kemudian PT Gadifs tidak dapat
memenuhi kewajibannya, sehingga
Jumlah piutang yang telah
diterima Rp. 160.000.000,00
Jumlah
yang dikemnbalikan (15%) Rp. 24.000.000,00
Rp.
136.000.000,00
Harga pokok tanah Rp 300.000.000,00
Nilai
pasar Rp.250.000.000,00
Penurunan
nilai tanah Rp.
50.000.000,00
Total laba pemilikan kembali Rp.
86.000.000,00
Laba
kotor yang telah diakui Rp.
100.000.000,00
Rugi
karena pemilikan kembali Rp
(14.000.000,00)
Jurnal
pemilikan kembali tanah:
Tanah
Rp.
250.000.000,00
Rugi
atas pemilikan kembali Rp.
14.000.000,00
Kas Rp.
24.000.000,00 Piutang usaha angsuran Rp.
240.000.000,00
Contoh soal dan penyelesaian : Penjualan angsuran barang
tak bergerak dengan metode laba kotor diakui secara periodik (pada saat
penjualan dilakukan)
1 Sept 1990
Dijual mesin
(aktiva tetap) kepada PT B dengan harga Rp. 500 juta yang nilai bukunya Rp. 400
juta
Piutang-PT B 500
juta
Mesin 400
juta
Keuntungan penjualan aktiva tetap 100
juta
Diterima uang
muka (d/p) Rp. 100 juta dan sisanya dengan wesel hipotik yang dapat diangsur
selama 4 kali angsuran semesteran @ Rp. 100 juta ditambah bunga 12% per tahun
atas saldo yang belum dibayar. Angsuran dilakukan tiap 1/3 dan 1/9.
Kas 100
juta
Wesel Hipotik 400
juta
Piutang-PT B 500
juta
Dibayar biaya
penjualan sebesar Rp. 2 juta
Biaya
penjualan 2
juta
Kas 2
juta
31 Desember 1990
Jurnal penyesuaian untuk bunga
yang masih harus diterima selama 4 bulan yaitu sebesar 16 juta (4/12 * 12% *
400 juta)
Piutang Bunga 16
juta
Pendapatan
bunga 16
juta
Jurnal penutup:
Keuntungan atas penjualan aktiva
tetap 100 juta
Pendapatan bunga 16 juta
Biaya
penjualan 2 juta
Ikt.
R/L 114
juta
1 Januari 1991
Jurnal
Pembalik:
Pendapatan
bunga 16
juta
Piutang bunga 16
juta
1 Maret 1991
Diterima
angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 124
juta
Wesel hipotik 100
juta
Pendapatan bunga 24 juta
1 September 1991
Diterima
angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 118
juta
Wesel hipotik 100
juta
Pendapatan bunga 18 juta
31 Desember 1991
Jurnal penyesuaian untuk bunga
yang masih harus diterima selama 4 bulan yaitu sebesar 8 juta (4/12 * 12% * 200
juta)
Piutang Bunga 8 juta
Pendapatan
bunga 8 juta
Jurnal penutup:
Pendapatan bunga 34 juta
Ikt.
R/L 34
juta
1 Januari 1992
Jurnal
Pembalik:
Pendapatan
bunga 8 juta
Piutang bunga 8 juta
1 Maret 1992
Diterima
angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 112
juta
Wesel hipotik 100
juta
Pendapatan bunga 12 juta
1 September 1992
Diterima
angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 106
juta
Wesel hipotik 100
juta
Pendapatan bunga 6 juta
31 Desember 1992
Jurnal penutup:
Pendapatan bunga 10 juta
Ikt.
R/L 10
juta
Masalah yang berhubungan dengan
pembatalan penjualan angsuran
Seandainya
pada soal tersebut diatas, PT B (si pembeli) tidak mampu membayar angsuran pada
tanggal 1 Maret 1992 dan pihak penjual (PT A) setuju untuk membatalkan
penjualan angsuran dengan menyerahkan wesel hipotik dengan saldo Rp. 200 juta
dan memiliki kembali mesin tersebut. Mesin tersebut menunjukkan nilai pasar
wajar sebesar Rp. 190 juta.
Mesin 190
juta
Kerugian atas
pemilikan kembali 10 juta
Wesel hipotik 200
juta
Jurnal untuk
mencatat bunga yang tak tertagih adalah:
Kerugian atas
bunga wesel hipotik yang tak tertagih 8 juta
Pendapatan bunga 8 juta
Masalah Bunga dalam Penjualan Angsuran :
- Bunga dihitung dari sisa kontrak selama jangka
waktu angsuran. Cara ini disebut: “Long end interest”
Contoh:
Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp.
500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999
diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali
angsuran semesteran, ditambah bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo
piutang (sisa harga kontrak berjalan) atau menggunakan metode “Long end
interest”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah
pembayaran adalah sbb:
- Bunga dihitung dari setiap angsuran yang dibayar,
yang dihitung sejak tanggal perjanjian sampai tanggal jatuh tempo tiap
angsuran.
Cara ini disebut Short
End Interest.
Contoh:
Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp.
500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999
diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali
angsuran semesteran, ditambah bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo
angsuran pokok selama berjalannya jangka waktu angsuran atau menggunakan metode
“Short end interest”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan
jumlah pembayaran adalah sbb:
- Besarnya pembayaran angsuran sama, yang terdiri
dari angsuran pokok + bunga yang dihitung dari saldo berjalan harga kontrak selama jangka waktu
angsuran.
Cara ini disebut Metode Anuitas.
Contoh:
Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp.
500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999
diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali
angsuran semesteran yang sama, dan sudah termasuk bunga 20% pertahun yang
dihitung dari saldo berjalan sis harga kontrak atau menggunakan metode anuitas”.
Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah
sbb:
- Bunga dihitung secara periodik berdasar saldo awal
harga kontrak.
Contoh:
Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp.
500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999
diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali
angsuran semesteran yang sama, belum termasuk bunga 20% pertahun yang dihitung
dari saldo awal harga kontrak dengan jangka waktu antar periode pembayaran.
Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah
sbb:
No comments